Lion
Air PK-LKS saat tergelincir di Bandara Ngurah Rai Bali, 15 April 2013 | Ilustrasi (Sumber Foto: via businessinsider.com.au)
|
Oleh
Derek Manangka | Jurnalis Senior
Kalau benar perusahaan penerbangan Lion Air bukan milik
pengusaha Indonesia Rusdi Kirana, melainkan kepunyaan pengusaha Singapura, maka
fakta ini merupakan sebuah persoalan besar dan pelanggaran serius. Menyatu di
dalamnya pelanggaran etika, baik dari segi bisnis maupun dari sudut kejujuran.
Oleh sebab itu, untuk tidak terlanjur menimbulkan spekulasi
dan tanda tanya, harus ada klarifikasi atau kejelasan dari berbagai pihak.
Yang patut memberikan klarifikasi adalah Kementerian
Perhubungan RI dan Rusdi Kirana sebagai pihak yang mengaku selaku pemilik dan
tentu yang terakhir pengusaha atau pihak Singapura yang dicurigai bersembunyi
di ruang kebohongan.
Klarifikasi ini penting oleh karena beberapa hal. Seperti
berhasilnya Lion Air menguasai bandara militer Halim Perdana Kusumah, telah
menimbulkan kecurigaan publik terhadap institusi TNI AU.
Lembaga negara yang merupakan salah satu
pilar dan sayap penjaga kedaulatan udara Indonesia, diakali oleh para pakar
pebinis. Dan TNI AU yang para pemimpin atau pimpinannya bukanlah ahli dagang
dan bisinis, berhasil diperdaya oleh Lion Air. Namun yang disorot dan dikritisi
sekarang adalah lembaga negara itu sendiri. Pimpnan lembaga TNI AU ini mungkin
sebentar lagi akan dimintai pertanggung jawabannya.
Jika benar Lion Air milik pengusaha
Singapura ataupun pemerintah Singapura, maka keberhasilannya menguasai bandara
militer Indonesia, dapat dikategorikan sebagai sebuah kegiatan infiltrasi dan
sabotase. Dua kegiatan ini merupakan pelanggaran kedaulatan atas teritori
Indonesia.
Tindakan ini melebihi bahkan lebih jahat
dari apa yang dilakukan dua marinir Indonesia Usman dan Harun di tahun 1965.
Mereka sebagai pasukan katak, menyusup ke Pulau Singapura untuk melakukan aksi
sabotase. Tapi tindakan sabotase itu merupakan bagian dari perang antar dua
negara yang sedang bereskalasi - sebagai akibat dan imbas dari Konfrontasi
Indonesia-Malaysia.
Usman dan Harun akhirnya dihukum mati oleh
pemerintah Singapura di tiang gantungan.
Sekaligus diklarifikasi tentang kesan bahwa
Lion Air kurang responsif atau lalai dalam bertanggung jawab terhadap keluhan
sejumlah penumpang. Keluhan itu banyak terletak pada kelambatan jam
pemberangkatan maupun kedatangan.
Tidak tepatnya waktu pemberangkatan sebuah
penerbangan, tak boleh dilihat hanya dari sisi keterlambatan saja. Tapi harus
menyatu di dalamnya soal jaminan keselamatan penumpang. Sebab bisa saja
penumpang yang terkatung-katung di ruang tunggu, tidak terselamatkan nyawanya.
Seperti meninggal dunia di tempat sebagai akibat dari stress, menunggu dan
kelelahan atau tidak mengkonsumsi makanan yang cocok.
Klarifikasi ataupun pemeriksaan terhadap
Rusdi Kirana selaku sosok yang mengaku sebagai pemilik Lion Air, semakin
mendesak untuk mencegah rumor yang sudah lama beredar.
Bahwa Rusdi Kirana yang sebelumnya hanya
menangani bisnis Travel Agent, tidak mungkin secara tiba-tiba punya
kemampuan membeli 461 unit pesawat dari Boeing dan Airbus. Terutama, karena
selama ini belum pernah terjadi seorang pengusaha biro jasa perjalanan kelas menengah, tiba-tiba
membelanjakan miliaran dolar untuk pengadaan armada penerbangan.
Walaupun membeli itu merupakan hak asasi
manusia-nya Rusdi Kirana, tapi adalah wajib bagi pihak perbankan atau otoritas
keuangan curiga dan memeriksa seorang yang tiba-tiba menjadi kaya raya secara
mendadak.
Kecurigaan itu perlu, dalam rangka
pencegahan kegiatan pencucian uang (money laundry).
Pemeriksaan terhadap Rusdi Kirana juga
diperlukan untuk menjaga nama baiknya. Sebab status sosialnya sebagai anggota
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), tak boleh punya cacat. Lembaga
terhormat yang hanya terdiri atas 9 orang itu, harus dijaga kehormatan dan
reputasinya.
Seorang anggota penasihat presiden, sudah
sepantasnya diberi perlindungan dari berbagai tudingan dan rumor.
Semoga saja Lion Air bukan milik pengusaha
apalagi pemerintah Singapura. Artinya tidak ada dusta atau kebohongan antara
Singapura dan Indonesia.
Namun jika benar Lion Air merupakan milik
warga negara tetangga itu, berarti pihak perusahaan penerbangan ini telah
melakukan penghindaran pajak (tax avoiding). Penghindaran pajak
merupakan tindakan kriminal.
Untuk sementara kita tetap berfikir dan
bersikap positif, bahwa Rusdi Kirana dan Lion Air-nya, tidak melakukan kegiatan
yang bersifat "henky-penky".
Namun klarifikasi atas status Lion Air,
harus segera diperjelas. Otoritas yang mengatur bisnis penerbangan jangan
meremeh-temehkan persoalan Lion Air.
Sebab selain hal-hal yang disampaikan di
atas, kita selalu dihantui oleh adanya berbagai persoalan psikologis dalam
hubungan bilateral Indonesia-Singapura.
Misalnya dalam berbagai bisnis Singapura
selalu bersikap protektif. Tetapi kepada Indonesia, Singapura selalu meminta
keterbukaan.
Di dunia perbankan misalnya, sebagaimana
dikeluhkan oleh bankir pemerintah, sangat sulit bagi bank-bank BUMN kita
mendapatkan izin operasi di negara tetangga tersebut.
Dalam hal ini, Singapura tidak mau
memberlakukan hububngan yang bersifat "reciprocal".
Dalam bisnis penerbangan, Singapura lebih
banyak "memperoleh" ketimbang "memberi".
Ini dibuktikan oleh beroperasinya
perusahaan penerbangan "Silk Air" di berbagai kota provinsi di
Indonesia. Induk perusahaannya sendiri "Singapore Airlines" juga
melayani sejumlah rute gemuk di 5 kota utama Indonesia: Jakarta, Denpasar,
Surabaya, Bandung dan Medan.
Dan hal ini pula yang memunculkan
kecurigaan. Jangan-jangan Singapura sengaja menciptakan "Penerbangan
Singa" (Lion Air) agar negara tetangga itu bisa menguasai seluruh jalur
domestik Indonesia yang selama ini masih dikuasai oleh Garuda.
Maka dilahirkanlah Lion Air yang gambar
logonya mengingatkan patung singa yang terkenal memuncratkan air dari mulutnya.
______________________
Artikel telah disunting terbatas hanya pada
tanda baca, kesalahan ketik dan beberapa kalimat untuk hemat kata.
Artikel asli: RMOL | Perjelas Status
Kepemilikan Lion Air
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung. Semoga bermanfaat!