Thursday 19 January 2012

PAGI DAN PETANG DI JALAN LENGANG

photo.net


19 Januari 2012

Pukul 6.30 WIB aku pulang ke rumah dari tempat kerja. Tadi malam aku lembur hingga pukul 21.30 WIB, lalu ketiduran di sofa. Ketika terbangun, jarum pendek jam dinding telah menunjuk pada angka 2.

Di rumah, aku berbaring lagi karena masih lelah. Aku nyalakan alarm hape pada jadwal 7.30 WIB. Ketika aku terbangun, tenyata sudah pukul 8.30 WIB. Aku segera meloncat bangkit. Aku lihat layar hape, ternyata memang masih ada gambar bel di sisi atas yang berarti alarm memang tidak berbunyi.  Jadwal alarm pukul 7.00 WIB, dan aku mungkin menge-set-nya setelah pukul 07.00 WIB.. Yang tentu saja baru akan berbunyi esok pagi tanggal 20 Januari. 

Di tempat kerja

Pukul 09.10 WIB aku sudah berada di tempat kerja. Seorang karyawan baru tampak di depan komputer. Sepertinya dia cuma klik sana sini karena mungkin bingung apa yang harus dikerjakan. Aku beritahu saja bahwa tugasnya adalah menyusun arsip dan memilah beberapa tumpuk dokumen. Setelah itu aku serahkan padanya file, contoh sebuah dokumen dan judul dokumen baru. Tidak berat, karena dia tidak mengetik ulang seluruh naskah, melainkan hanya meng-edit. Aku sendiri mengetik label yang akan direkatkan di tutup dus dokumen yang sudah dipilah-pilah tadi.

Tidak lama si boss datang. Dia bertanya, “Ini kenapa belum disusun?” Aku jawab, “Sudah.” “Ini sedang diketik labelnya. ”Itu si Firly ngapain?” “Buat ini, Bu.. Emm.. Usulan teknis untuk pekerjaan perencanaan jalan.”, kata Ferly si karyawan baru. “Terus ngapain kamu ngetik segala?” “Sini kamu.. Ini file-nya ada di hardisk (eksternal) ini.”, kata boss sambil memanggil. “Saya sudah dapat dari mas Verry’, balas si Firly. “Ini juga dari Verry”, kata kata si boss. Lalu hardisk eksternal itu diambil juga oleh si Firly.



Aku dipanggil oleh boss ke ruangannya, karena beberapa tumpuk arsip dan dokumen itu memang berada di ruangannya. “Terus.. ini mau diapakan”? Tanya si boss. “Ini semua sudah disusun dan saya sedang membuat labelnya”, jawabku lagi. Tampaknya si boss tidak percaya. Aku disuruh menyusun ulang. Aku bongkar lagi dan aku susun ulang. “Kamu minta kardus dulu di kantin’, kata boss. Karena aku yakin di kantin tidak ada satu pun kardus yang layak terpakai, aku segera menyalakan motor dan menuju ke toko fotokopi.

Di Perjalanan

Aku mengendarai motor di area permukiman, masih di area tempatku tinggal juga. Kan tempatku bekerja tidak jauh dari rumahku. 

Aku masuk melewati Jalan Kayumanis lalu masuk Jalan Cendana. Kira-kira 23 meter, di simpang empat, ada sepeda meluncur  hendak keluar dari jalan sebelah kiri. Aku terkejut dan spontan menekan klakson panjang sembari membelokkan stang motor ke arah kanan. Tapi tidak urung, pengendara sepeda itu menabrak bagian belakang motor yang aku kendarai. Pengendara sepeda itu terjatuh. Aku yang sudah melaju kira-kira 5 meter segera berhenti. Lalu aku berjalan ke arah pengendara sepeda itu hendak membantu. Ternyata pengendara sepeda itu adalah seorang bapak penjual es krim langgananku. Di sadel sepedanya ada seikat kayu bakar yang tampak masih basah. Sehingga agar berat ketika aku menegakkan sepedanya. Tidak lama seorang pemulung bergerobak yang tiba sudut jalan itu turut membantu.  Rantai sepeda bapak itu terlepas. Aku dengan sigap memasangnya kembali. Rantai yang kering berkarat.

Sembari aku membetulkan rantai sepedanya, bapak itu berujar: “Sepeda ini gak ada remnya.” Aku menimpali dengan ucap mohon maaf berulang-ulang. Aku sempat bertanya, “Bapak gak jual es krim lagi?” “Gak… Saya gak jual es krim. Lagi perei karena musim hujan”,  jawab bapak itu. "Hati-hati, Pak!" begitu kataku ketika ia akan melanjutkan perjalanannya dengan sepeda tanpa rem itu.

Bapak si penjual es krim itu adalah veteran mantan pejuang angkatan 45. Usianya sudah 95 tahun. Tapi masih gagah mengayuh sepeda berkeliling kota menjual es krim. Beberapa kali aku bertemu dengannya. Kadang di Way Halim, di Labuhan Ratu hingga ke daerah Rajabasa. Pertama aku mengenalnya dan menjadi langganannya, saat dia lewat di depan rumahku.

Ketika bapak itu berlalu, aku lihat si pemulung yang membantu tadi beristirahat di gardu ronda di sisi sudut jalan itu. Dia tersenyum. Aku katakan padanya bahwa bapak tadi (yang terjatuh) adalah veteran dan usianya 95 tahun. Si pemulung  itu agak heran.

Aku melanjutkan  perjalanan. Tiba di toko fotokopi, aku minta dus kertas. Si penjaga toko menuju belakang. Lalu keluar lagi dan mengatakan bahwa kardusnya kosong. gak ada. Sudah dilipat semua.

Aku ke toko sebelahnya. Sama aku nyatakan maksudku. Beberapa orang bertanya, “Perlu berapa?” “Aku menjawab. “Sepuluh.” “Yang serius..?” Aku bilang, “Tiga aja”. Gak mungkin juga aku bisa membawa banyak kardus yang belum terlipat dengan kendaraan roda 2.

Aku kembali ke kantor melalui jalan semula tadi. Ketika keluar Jalan Cendana, memasuki Jalan Kayumanis, aku melihat seorang tuna netra berjalan kaki. Aku berhenti di sampingnya. Aku kebnal dengan tuna netra itu karena dia dan serombongan kawannya hampir setiap malam sering nonkrong di tembok gorong-gorong di persimpangan Jalan Kayumanis – Jalan Kimaja. Mereka biasa bertemu dan berkumpul di persimpangan jalan itu ketika akan pulang.


“Mau ke mana, Mas”? aku bertanya. “Mau ke ujung jalan itu, “ dia menjawab. “Ayo naik,’ kataku. “Saya mau belok kanan. Mas mau ke mana?” “Saya mau ke toko itu yang di pojok itu, yang ada bacaan Vira.” Aku benar-benar membatin, memang dia ini bisa baca? kok tau… “Oh.., yang jual bensin dan gallon-galon minum itu ya?” timpalku.”Ya bener, yang ada galon-galon, “ jawabnya. Aku kembali membatin, kok tau ada galon-galon? Kalau bensin, oke lah.. kan bisa tercium. Nah galon air mineral? 

Tepat di depan warung Vira, aku berhenti. “Di sini ya, Mas?” tanyaku. “Hapal kan jalannya?” lanjutku lagi. “Ya bener, bener.. di sini,’ katanya. Aku tidak heran kalau para tuna netra hapal jalan, Nah bacaan?! :-)

Setiba di kantor, aku menyibukan diri kembali dengan berkas-berkas itu. Tapi si boss berkata, “sudah biarkan saja saya dengan Firly membereskan ini. Kamu bereskan saja tugasmu ‘nyelesaikan invoice dan payroll.” Aku segera beranjaknya dari ruangannya. Bukan menyelesaikan tugas, aku justru ke Gunung Terang. Mengantar faktur pajak milik perusahaan lain dan mengembalikan dokumen kontrak ke perusahaan yang lain lagi. Aku ngobrol sejenak dengan direkturnya yang masih muda bahkan lebih muda dari aku.


Petang

Pukul 16.15 WIB, aku memberitahu pada boss bahwa ada berkas yang salah. Jadi harus diperbaiki. Itu berkas yang dibuat oleh dua karyawan sebelumnya beberapa bulan lalu. Aku disuruh memperbaikinya. Padahal semula aku cuma ingin menunjukkan saja.


Aku pun berangkat lagi ke toko fotokopi yang lebih dekat tentu daripada yang pagi tadi. Berkas dibongkar, diganti, disusun dan dijilid ulang.

Basa-basi sejenak, terus meninggalkan tempat itu. Baru saja beberapa meter aku melaju dan memasuki jalan, tiba-tiba entah dari mana tampak bayangan motor lain yang ngebut hendak menabrakku dari belakang. Aku pun segera mengarahkan motor ke halaman badan jalan di depan pertokoan. Motor yang hendak menabrak itu pun tampak berusaha menghindar dengan susah payah. Tampaknya dari motornya yang oleng dan dia berusaha menstabilkan kembali motornya. Ketka aku menoleh, lampu sen kirnya menyala. Mungkin maksudnya dia mau menyalip aku dari sebelah kiri, tetapi aku sudah lebih dulu memasuki area sisi paling kiri jalan. 

Begitu pengendara motor itu berada itu berada di sampingku, aku pun segera nyeletuk, “Gila!” “Sana terbang!”  :-D 

Dia diam saja dan meneruskan perjalananku. Aku juga berbelok memasuki jalan di area perumahan. Lebih aman tentu. Sebenarnya aku sempat tesenyum geli juga setelah  berteriak pada pengendara motor yang hampir menabrakku itu. Sebab aku yakin dia juga mengalami sport jantung.

Tetap semangat! d^_^b



kembali ke Beranda 

2 comments:

Cut Ratu said...

Nice story...membantu bpk veteran dan sang tuna netra...tp hmm...kyknya harus sedikit hati-hati dan lbh waspada ya. Dalam sehari hampir 2 kali kesenggol motor. Jgn banyak melamun Saathi. Be careful :-)

vkusral said...

Terima kasih, anty. Ya memang kudu hati-hati... Tapi bukan karena ngelamun koq, tapi memang jalan raya sekarang tidak seperti dulu. Sekarang banyak pengendara yang agak liar. :-)

Take care, Anty Reham.

d^_^b

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Semoga bermanfaat!