Monday 14 March 2011

The Age dan Sydney Morning Herald: Sjafrie Sjamsoeddin Terlibat Kejahatan Perang di Timor Leste

Sabtu, 12 Maret 2011
Penulis : Meilani dari Albury, New South Wales, Australia.

Sjafrie Sjamsoeddin Terlibat Kejahatan Perang di Timor Leste
oleh Philip Dorling
 
The Age and Sydney Morning Herald (12/3)


Amerika Serikat (AS) menuding salah seorang penasehat terdekat Presiden SBY terlibat dalam kejahatan perang di Timor Timur yang kini bernama Timor Leste. Hal ini terungkap dalam kawat diplomatik AS yang dibocorkan Wikileaks. Namun, Washington tetap  merahasiakan alasan penolakan pemberian visa pada mantan Jenderal Angkatan Darat  Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin, dimana SBY akhirnya menunjuk salah satu kawan  dekatnya yang menjabat sebagai Deputi Menteri Pertahanan.

Pada September 2009, AS menahan penerbitan visa yang mengizinkan Sjamsoedin, mantan jenderal AD yang kemudian menjabat penasehat senior presiden, untuk  menemani SBY menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi para pemimpin negara G20 di  Pittsburgh, Pennsylvania. Sjamsoeddin ditolak Departemen Pertahanan AS (US  Department of Homeland Security) karena adanya kecurigaan keterlibatannya dalam  'kegiatan teror' dan 'pembunuhan tanpa peradilan'.

Kawat Kedubes AS yang dibocorkan Wikileaks dan diberikan khusus pada The  Saturday Age, menyebutkan bahwa Kedubes AS di Jakarta meminta dengan sangat agar  Sjamsoeddin diijinkan masuk AS, karena dikhawatirkan penolakan tersebut akan  mengganggu hubungan Jakarta-Washington.

"Kami melihat bahwa sebagai penasehat utama Presiden RI dan kemungkinan menjadi  anggota kabinet, perjalanan Sjamsoeddin ke AS akan memfasilitasi dan mempererat  hubungan AS-Indonesia," demikian alasan Kedubes AS di Jakarta. "Sjamsoeddin  memberikan panduan dan konsultasi pada Presiden SBY tentang sejumlah isu penting  bagi AS, seperti hubungan militer yang menjadi isu penting untuk menjamin  stabilitas regional."

Tuduhan terhadap Sjamsoeddin berkaitan dengan jabatannya sebagai komandan pasukan khusus Indonesia di Timor Timur. Dia dianggap bertanggung jawab atas  pembunuhan massal di Santa Cruz yang merenggut nyawa lebih dari 250 demonstran  pro-kemerdekaan pada 12 November 1991. Sjamsoeddin juga harus bertanggung jawab  atas merebaknya kekerasan oleh tentara Indonesia di Dili setelah referendum kemerdekaan pada 30 Agustus 1999.

Sjamsoeddin telah mengeluarkan pernyataan pada Kedubes AS untuk membantah  tuduhan tersebut. Dalam pernyataannya, Sjamsoeddin menyatakan bahwa dia memang  berada di Santa Cruz saat terjadi pembunuhan massal, saat itu dia justru tengah  membantu "sejumlah wartawan dari kemarahan pejabat Timor Timur (TNI) akibat  pemberitaan yang menuduh keterlibatan mereka dalam gerakan bawah tanah".

Sjamsoeddin juga mengklaim bahwa dirinya sudah dinyatakan bersih oleh Komnas HAM  Indonesia atas tuduhan keterlibatannya dalam tindak kekerasan yang terjadi di  Dilli pada September 1999.

Bantahan Sjamsoeddin tersebut diterima Kedubes AS di Jakarta dengan alasan  'fakta lapangan' yang mengaitkan Sjamsoeddin dengan pelanggaran HAM tidak cukup  untuk menolak penerbitan visa baginya. Akan tetapi, hal ini menimbulkan kritik  tajam dari Kedubes AS di Dili karena dalam laporan hasil investigasi HAM PBB dan  Timor Timur disebutkan bahwa Sjamsoeddin berulang kali memberikan perintah  kepada tentara Indonesia untuk melakukan pembantaian.

"Sebagai Komandan Gugus Tugas Intelijen Kopassus, pada 1991, dia berada di  lokasi pembunuhan massal Santa Cruz pada 12 November.... Klaim bahwa dia sedang  menyelamatkan wartawan asing selama pembantaian tidak bisa dikonfirmasi,"  demikian laporan Kedubes AS di Dilli pada Washington.

"Sjamsoeddin kembali bertugas di Timor Leste pada 1999 pada saat dilakukan  referendum kemerdekaan 30 Agustus. Berbagai investigasi terpisah menyatakan  bahwa dia bertanggung jawab atas kejahatan pembantaian yang terjadi saat itu,  dan menempatkannya sebagai pihak paling bertanggung jawab."

Terhadap pernyataan Sjamsoeddin tentang upayanya menyelamatkan wartawan asing,  Kedubes merespon bahwa "Sejumlah wartawan asing yang ada di Dilli pada 12  November (1991) .... Seluruhnya berbicara secara terbuka atau melalui tulisan  tentang pengalamannya. Tidak ada satupun wartawan yang mengatakan pernah  diselamatkan seperti skenario yang diungkapkan Sjamsoeddin".

Kedubes AS di Dili menyimpulkan bahwa 'Sjafrie Sjamsoeddin sebagai pemegang  komando tertinggi bertanggung jawab atas pembantaian yang terjadi pada 1991 dan  1999. Pembantaian tersebut tidak bisa disangkal lagi dan mengindikasikan  tanggung jawab pribadi Sjamsoeddin". (OL-13)


0 comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Semoga bermanfaat!